Friday, February 12, 2016

Surat Ulu dan Aksara Kaganga Sumatra Selatan

  Friday, February 12, 2016

Manuskrip Sumatra Selatan 

Manuskrip memuat banyak hal tentang persoalan kehidupan manusia dan keterkaitannya dengan tuhan dan alam semesta. Untuk mengetahui isi dan makna naskah pertama-tama tentulah mengetahui tulisan yang dipergunakan dalam naskah itu. Tulisan atau budaya tulis merupakan sarana untuk menyampaikan maksud dan mewariskan kebudayaan suatu masyarakat. Untuk keperluan itu, masyarakat Sumatra Selatan telah memiliki tradisi tulis sejak lama, setidaknya hal itu dapat dilihat dari tulisan yang terdapat dalam prasasti-prasasti Sriwijaya yang ditemukan di Palembang dan sekitarnya sejak abad ke-7 M. Sejak masa itu, tradisi tulis terus berkembang dengan banyak ditemukannya artefak berbentuk tulisan, termasuk naskah, dengan beberapa jenis huruf, seperti huruf Arab, (termasuk Arab Melayu/Jawi), Ka-Ga-Nga (huruf Ulu/Rencong), Jawa, dan Latin, di samping huruf Pallawa pada prasasti-prasasti Sriwijaya

Manuskrip yang ditemukan di Sumatra Selatan menggunakan berbagai bahan. Ada kecenderungan naskah-naskah yang berhuruf latin dan Arab Melayu menggunakan bahan kertas, sedangkan yang beraksara Ka-Ga-Nga menggunakan bahan bambu dan kulit kayu (kakhas). Bahan-bahan lain juga dipergunakan seperti rotan, lontar, kulit hewan, dan tanduk. Di luar naskah, pada prasasti berbahan batu, lempengan tembaga dan kayu. Salah satu yang yang menarik juga ditemukannya swarnnapattra, yakni prasasti kecil menyerupai secarik kertas dari bahan emas. Dalam pengertian keilmuan, sering dibedakan antara prasasti dan naskah berdasarkan bahannya. Tulisan di atas batu dan logam merupakan prasasti (inscription), sedangkan di atas kertas, glondongan atau bilah bambu, kulit hewan, kulit kayu, dan lontar lebih dikenal sebagai naskah (script/manuscript). Namun batasan fisik itu kurang berarti mana kala dilakukan upaya pengkajian terhadap teks (textual).

Naskah-naskah kuno Sumatra Selatan ditulis dalam berbagai aksara seperti Arab Melayu untuk naskah-naskah dalam bahasa Melayu, huruf Arab untuk naskah- naskah berbahasa Arab, aksara Jawa dalam bahasa Jawa (khususnya Jawa Tengahan), dan yang cukup banyak berasal dari pedalaman (hulu) adalah naskah- naskah beraksara Ka-Ga-Nga atau Surat Ulu. Di masing-masing daerah dikenal dengan nama Huruf Komering, Huruf Ogan, Huruf Rejang, Huruf Pasemah, dll. Huruf serupa juga terdapat  di  Bengkulu,  Jambi,  Batak  dan  Lampung.  Menurut para sarjana Barat, seperti yang ditulis Sarwit Sarwono, aksara Ka-Ga- Nga di wilayah yang kini secara administratif masuk provinsi Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, sedikit banyak menunjukkan perbedaan. Namun demikian, Sarwit Sarwono berpendapat bahwa bentuk aksara-aksara di daerah- daerah tersebut dapat dikembalikan pada struktur yang sama, yakni pada kesamaan urutan dan bangun elemen-elemen  yang  membentuk  aksara. Perbedaan aksara yang terdapat dalam naskah-naskah yang menggunakan aksara Ka-Ga-Nga, atau yang disebut dalam tulisan ini sebagai “Surat  Ulu”  terutama pada variasi bentuk aksaranya.

Kata “Ulu” dilekatkan pada naskah-naskah ini karena tradisi tulisnya dahulu berkembang di daerah pemukiman di hulu-hulu sungai atau disebut daerah ulu. Dengan  demikian  produk  tulisannya  disebut  surat   ulu  atau   serat   ulu. Seperti telah dinyatakan di atas, aksara Ka-Ga-Nga pada bambu ditulis dengan teknik gores.  Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana aksara ditulis dengan urutan-urutan yang sudah menjadi konvensi. Sekalipun yang  diteliti naskah Serawai dan Pasemah namun kecenderungan menunjukkan hasil penelitian ini berlaku untuk varian-varian aksara Ka-Ga-Nga lainnya.

Surat Ulu dari bambu dijumpai dalam bentuk bilah-bilah bambu dan gelondongan bambu. Teknik yang dipergunakan dalam penulisan adalah teknik gores menggunakan benda keras dari besi, semacam pisau kecil. Naskah bilah-bilah bambu disebut sebagai gelumpai, namun belakangan ini nama “gelumpai” juga dilekatkan pada naskah gelondongan bambu. Manuskrip dalam aksara ulu ini juga disebut oleh masyarakat dengan berbagai nama, seperti naskah Kegenge, serat ulu, gelumpai untuk naskah bambu, dan kakhas atau kaghas untuk naskah dari kulit kayu.

Persebaran Surat Ulu

Di Sumatera Selatan manuskrip surat ulu tersebar relatif merata di seluruh wilayah uluan, antara lain di daerah Lahat, Pagaralam, Lintang, Rawas, Lubuklinggau, Muaraenim, Prabumulih, Danau Ranau, Komering Ulu, dan Komering Ulu Timur.

Dalam manuskrip yang dijumpai terdapat perbedaan atau variasi bentuk, sandangan dan tanda baca. Namun demikian, secara garis besar dapat dikembalikan pada bentuk yang sama, atau setidak-tidaknya mendekati bentuk yang sama. Variasi yang muncul menimbulkan penamaan aksara yang berbeda oleh masyarakat pemiliknya sekalipun bersumber dari karakter aksara yang sama. Varian-varian itu merupakan “aksara pengakuan”, yang merujuk pada  aksara yang sama yakni aksara Kaganga, semisal Aksara Pasemah, Aksara Komering, Aksara Prabumilih, dsb.

Bahan Naskah

Bahan-bahan yang lazim (biasa) digunakan dan masih banyak dijumpai adalah bambu, kulit kayu, tanduk, dan kertas eropa.

Bambu

  • Bambu. Manuskrip berbahan bambu terdapat dua jenis. Pertama, berupa bilah-bilah bambu, bambu dalam satu ruas dibelah menjadi beberapa bilah. Manuskrip ini disebut “gelumpai”. Pada bagian pangkal gelumpai diberi lubang untuk menyatukan bilah-bilah dalam satu naskah dengan seutas tali. Tulisan memanjang dari pangkal ke ujung, biasanya sebuah bilah memiliki 3 – 5 baris aksara. Kedua, berupa bambu utuh (gelondong bambu) terdiri dari satu ruas atau lebih, dinamakan “surat boloh”. Teks dituliskan dengan aksara berjajar mendatar, dilanjutkan pada baris berikutnya hingga melingkar dalam satu ruas. Setelah satu ruas penuh, kemudian penulisan teks berlanjut pada ruas berikutnya. Menulisnya dengan teknik gores menggunakan besi yang diruncingkan atau semacam pisau kecil.

Contoh Gelumpai


Contoh Surat Boloh

Tanduk

  • Tanduk yang dipergunakan adalah tanduk kerbau. Teks ditulis mendatar dengan aksara dari pangkal tanduk menuju ujung, biasanya pada seluruh permukaan tanduk. Cara dan alat menuliskannya sama dengan pada bambu.

Contoh naskah tanduk

Kulit Kayu

  • Kulit kayu yang ditumbuk/dihaluskan dan dikeringkan kemudian dibuat semacam lembaran dilipat-lipat berlawanan arah hingga menyerupai buku.  Di permukaannya dituliskan aksara menggunakan tinta dari getah tanaman. Manuskrip sejenis ini dinamakan “kaghas”.

contoh kaghas

Kertas Eropa

  • Kertas Eropa. Sejak kedatangan bangsa Eropa, kertas menjadi alternatif bahan naskah menjelang menghilangnya penggunaan Aksara Kaganga

contoh naskah berbahan kertas

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya, silahkan tinggalkan komentar