Tuesday, February 9, 2016

Masjid Tua Palopo Peninggalan Kerajaan Luwuh

  Tuesday, February 9, 2016
Merupakan masjid Kerajaan Luwu yang didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu  Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 M. Masjid yang memiliki luas 15 m2 ini diberi nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki dua arti, yaitu: pertama, penganan yang terbuat  dari campuran nasi ketan dan air  gula;  kedua,  memasukkan pasak  dalam  lubang  tiang bangunan. Kedua makna ini memiliki relasi dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo ini.



Sebagian masyarakat percaya bahwa bagi orang yang datang ke Kota Palopo, belum dikatakan resmi menginjakkan kaki di kota ini apabila belum menyentuh tiang utama MasjidTua Palopo yang terbuat dari pohon Cinaduri, serta dinding tembok yang menggunakan bahan campuran dari putih telur. Oleh karena itu, masjid ini tidak pernah sepi dari jemaah, khususnya pada bulan Ramadhan. Pada bulan tersebut, setiap selesai shalat dhuhur hingga menjelang berbuka puasa, biasanya para jamaah tetap tinggal di masjid untuk mengaji, tadarrus Alquran, dan berzikir. Jamaah yang datang bukan hanya warga Kota Palopo, tetapi banyak juga yang datang dari kabupaten tetangga, seperti Luwu, Luwu Utara, Sidrap, dan Wajo.

Masjid Tua Palopo ini sudah beberapa kali direnovasi. Meskipun demikian, bentuk artsitekturnya tidak banyak mengalami perubahan. Untuk pemeliharaan dan pengelolaannya, pemerintah daerah setempat telah mengalokasikan dana ABPD setiap tahunnya, yaitu berupa honor untuk karyawan, guru mengaji dan tiga imam. Selain mendapat honor, para pengelola masjid tersebut juga mendapat tunjangan fasilitas berupa pemanfaatan air PDAM secara gratis.

Arsitektur Masjid Tua Palopo ini sangat unik. Ada empat unsur penting yang bersebati (melekat) dalam konstruksi masjid tua ini, yaitu unsur lokal Bugis, Jawa, Hindu dan Islam.

Pertama, unsur lokal Bugis. Unsur ini terlihat pada struktur bangunan masjid secara keseluruhan yang terdiri dari tiga susun yang mengikuti konsep rumah panggung. Konsep tiga susun ini juga konsisten diterapkan pada bagian lainnya, seperti atap dan hiasannya yang terdiri dari tiga susun; tiang penyangga juga terdiri dari tiga susun, yaitu pallanga (umpak), alliri possi (tiang pusat) dan soddu; dinding tiga susun yang ditandai oleh bentuk pelipit (gerigi); dan pewarnaan tiang bangunan yang bersusun tiga dari atas ke bawah, dimulai dari warna hijau, putih dan coklat.

Kedua, unsur Jawa. Unsur ini terlihat pada bagian atap, yang dipengaruhi oleh atap rumah joglo Jawa yang berbentuk piramida bertumpuk tiga atau sering  disebut tajug. Dua tumpang atap pada bagian bawah disangga oleh empat tiang, dalam konstruksi Jawa sering disebut sokoguru. Sedangkan atap piramida paling atas disangga oleh kolom (pilar) tunggal dari kayu cinna gori (Cinaduri) yang berdiameter 90 centimeter. Pada puncak atap masjid, terdapat hiasan dari keramik berwarna biru yang diperkirakan berasal dari Cina.

Ketiga, unsur Hindu. Unsur ini terlihat pada denah masjid yang berbentuk  segi  empat yang dipengaruhi oleh konstruksi candi. Pada dinding bagian bawah, terdapat hiasan bunga lotus, mirip dengan hiasan di Candi Borobudur. Pada dinding bagian atas juga terdapat motif alur yang mirip dengan hiasan candi di Jawa.

Keempat, unsur Islam. Unsur ini terlihat pada jendela masjid, yaitu terdapat lima terali besi yang berbentuk tegak, yang melambangkan jumlah shalat wajib dalam sehari semalam.  Masjid Tua Palopo terletak di Kota Palopo.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya, silahkan tinggalkan komentar